Bagaimana Punk Football Sampai Ke Indonesia
Edisi: 12 Nov / Tanggal : 2023-11-12 / Halaman : / Rubrik : GH / Penulis :
SEBUAH spanduk bertulisan “Never Forget, Never Forgive 135+” terbentang di lapangan Galapuri, Ciledug, Tangerang, Banten, Ahad, 1 Oktober lalu. Sore itu, bertepatan dengan satu tahun tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang di Malang, Jawa Timur, akan berlangsung pertandingan Tribun Kultur FC melawan Capital FC dalam lanjutan kompetisi Community Soccer League—liga bagi klub sepak bola alternatif—di lapangan tersebut.
Namun Tribun Kultur FC memutuskan tidak bertanding. Mereka hanya bersalaman dengan para pemain lawan dan wasit. Tribun Kultur FC juga melakukan minutes of silent, mengheningkan cipta sejenak, bagi 135 korban jiwa di Stadion Kanjuruhan. “Ini sebagai bentuk penghormatan dan keberpihakan kami pada keluarga korban Kanjuruhan,” kata Ilham Hermansyah, perwakilan manajemen Tribun Kultur FC, kepada Tempo, Rabu, 8 November lalu.
Tribun Kultur FC adalah klub sepak bola alternatif dari Jakarta yang dikelola secara kolektif. Terbentuk pada Februari 2023, klub itu menjadi wadah bagi mereka yang menyukai sepak bola. Mereka kerap bermain sepak bola bareng. Dari situ terciptalah forum untuk menentukan masa depan Tribun Kultur FC, yang kemudian memiliki jargon “100% Fan Owned Football Club”.
Kemunculan Tribun Kultur FC sebagai klub alternatif dipicu beberapa faktor. Di antaranya kemuakan atas karut-marut pengelolaan sepak bola nasional yang bernaung di bawah federasi. Lalu aturan yang mengekang kebebasan berekspresi penonton di tribun stadion untuk merayakan sepak bola. Misalnya larangan menyalakan flare atau pyro party di dalam stadion serta membentangkan spanduk ihwal isu-isu tertentu.
Faktor lain adalah mahalnya harga tiket hingga akses yang terbatas untuk menonton pertandingan. “Banyak teman yang akhirnya muak dengan itu, capek dengan sepak bola yang seperti itu, yang memang sudah tidak sehat,” ujar Ilham.
Dengan sistem swakelola yang mengusung kebersamaan, Tribun Kultur FC juga sangat mementingkan transparansi dalam keuangan. Menurut Ilham, keterbukaan informasi mengenai keluar-masuknya uang menjadi nilai yang harus dipercaya untuk menciptakan ekosistem yang sehat. Setiap bulan, pengelola klub itu membuka laporan keuangan kepada publik. Secara detail, mereka mencatat pengeluaran untuk sewa lapangan, pembelian air mineral, hingga biaya keperluan kompetisi.
Untuk membiayai pengoperasian klub, Ilham mengungkapkan, mereka menjual aneka merchandise, seperti kostum pemain atau jersei. Apabila sedang bertanding, Tribun Kultur FC juga menerapkan sistem pembelian tiket dengan harga terjangkau, Rp 5.000-10.000. “Itu termasuk zine yang kami buat,” tutur Ilham.
Hingga kini Tribun Kultur FC sudah mempunyai susunan pemain hingga staf kepelatihan. Menurut pelatih kepala klub tersebut, Diego Mandela, urusan taktik dan permainan diserahkan sepenuhnya kepada staf kepelatihan. Termasuk metode latihan hingga model sepak bola mereka. “Itu semua setelah kami mendapat delegasi dari manajemen dan suporter untuk menangani tim,” kata Diego.
Perjalanan klub tersebut mengalami…
Keywords: Sepak Bola, Suporter, Klub Sepak Bola, Klub Sepak Bola Alternatif, Merayakan Sepak Bola, Punk Football, Tribun Kultur, Riverside Forest, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Tak Terpisahkan Capek, Jazz, dan Bir
1993-10-02Sejumlah eksekutif mencari dunia lain dengan mendatangi kafe. kafe yang menyuguhkan musik jazz jadi rebutan.…
AGAR MISS PULSA TIDAK KESEPIAN
1993-02-06Pemakaian telepon genggam atau telepon jinjing kini tak hanya untuk bisnis tapi juga untuk ngobrol.…
INGIN LAIN DARI YANG LAIN
1992-02-01Festival mobil gila dalam pesta otomotif 92 di surabaya akan diperlombakan mobil unik, nyentrik dan…