Mengapa Jumlah Duyung Di Perairan Indonesia Menyusut?
Edisi: 3 Dese / Tanggal : 2023-12-03 / Halaman : / Rubrik : ILT / Penulis :
SEBAGAI Kepala Suku Laut Berakit di Kampung Panglong, Desa Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Fransiskus Xaverius Tintin yakin betul warganya tak lagi berburu duyung atau Dugong dugong.
Fasilitator pembelajaran pada Yayasan Peduli Kepulauan Indonesia itu mengatakan anggota sukunya sudah sadar sejak penyuluhan mengenai satwa langka yang dilindungi dan terancam punah itu digencarkan perangkat desa dengan bantuan akademikus dan peneliti. “Saya jamin suku Laut sini tidak berburu duyung lagi,” kata Tintin sembari bersiap mengajar pada Sabtu, 28 Oktober lalu.
Tintin, yang menjadi kepala suku menggantikan ayahnya, Bone Pasius Boncit, yang wafat pada 2015, menceritakan warga suku Laut Berakit sudah mendapat sosialisasi pada 2009. Penyuluh ihwal keharusan melindungi duyung itu kebanyakan mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji di Tanjungpinang dan peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. “Kalau dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi tidak ada,” tutur pria yang bekerja sebagai pemandu wisata untuk turis asing ini.
Tintin juga melarang warga sukunya yang menggunakan jaring dan menebar alat tangkap melaut di lokasi keberadaan duyung, seperti di padang lamun. “Dulu, sebelum ada penyuluhan, masyarakat memang berburu duyung untuk dikonsumsi. Kalau mendapat duyung atau bertemu dengan yang mati terdampar, itu dimakan. Sekarang sudah tidak lagi,” ujar bungsu dari enam bersaudara anak pasangan Bone Pasius Boncit dan Veronika Saknah, warga suku Laut pertama yang mendarat di Berakit pada 1962, tersebut.
Tintin mengatakan masih banyak duyung di perairan Berakit, di sebelah utara hingga barat laut Pulau Bintan. “Biasanya muncul pada air pasang pagi, ketika sinar matahari belum terik. Saya sering jumpa. Kadang induk duyung mengantar anaknya makan di pesisir,” tutur pemuda 31 tahun yang masih melaut sesekali itu. Pernyataan Tintin dikuatkan Ari Juliandi, nelayan Berakit yang bukan orang suku Laut. Ari mengaku berjumpa dengan duyung baru-baru ini. Ia memastikan melihat duyung. “Karena sirip dan punggungnya berbeda dengan satwa laut lain,” kata Ari, 25 tahun.
Ihwal populasi duyung di Bintan, Sekar Mira Cahyopeni, peneliti mamalia laut dari Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan belum ada estimasi populasi duyung di Indonesia. Bahkan, menurut Mira—begitu periset ini biasa disapa—belum diketahui di mana saja hotspot duyung di Indonesia. Yang baru bisa dihasilkan penelitian skala besar, seperti Proyek Konservasi Duyung dan Lamun (DSCP), adalah peta sebaran duyung berdasarkan laporan penampakan serta kejadian terjerat jaring dan terdampar.
Sekar Mira Cahyopeni/Dok Pribadi
DSCP adalah upaya global pertama dalam konservasi duyung dan lamun di delapan negara Indo-Pasifik, yakni Mozambik, Madagaskar, Sri Lanka, Malaysia, Indonesia, Timor Leste, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu. DSCP didanai Fasilitas Lingkungan Global (GEF) serta didukung Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Nota Kesepahaman Duyung tentang Konvensi Spesies Bermigrasi. Proyek dan mitra…
Keywords: Satwa Langka, BRIN, Bintan, Keanekaragaman Hayati, KKP, Padang Lamun, Dugong, Duyung, Pemburu Duyung, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ekornya pun Bisa Menembak
1994-05-14Dalam soal ekonomi, rusia bisa dikelompokkan terbelakang. tapi teknologi tempurnya tetap menggetarkan barat. kini rusia…
Ia Tak Digerakkan Remote Control
1994-04-16Seekor belalang aneh ditemukan seorang mahasiswa di jakarta. bentuknya mirip daun jambu. semula ada yang…
Pasukan Romawi pun Sampai ke Cina
1994-02-05Di sebuan kota kecil li-jien, di cina, ditemukan bukti bahwa pasukan romawi pernah bermukim di…