Seabad Franz Kafka: Metamorfosis Kera Menjadi Manusia
Edisi: 10 Des / Tanggal : 2023-12-10 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
MEJA besar di tengah Pendapa Ajiyasa Kompleks Jogja National Museum, Yogyakarta, Sabtu malam, 2 Desember lalu, berbalut taplak merah. Kursi-kursi disusun mengelilingi meja. Sebuah perjamuan besar tengah dipersiapkan. Di ujung meja di dekat dinding bertengger patung lambang negara berukuran jumbo, Garuda Pancasila. Di ujung satunya, Andika Ananda, aktor Kalanari Theatre Movement, duduk menikmati mesin cukur manual yang menghaluskan jambangnya, menghabisi kumisnya, dan merapikan rambutnya.
Tukang cukurnya pun bak seorang priayi tingkat tinggi yang mengenakan kain jarit serta berbaju surjan hitam dan memakai blangkon. Pelayanan itu spesial meski Andika datang hanya mengenakan kaus kutang putih, bercelana boxer bermotif polkadot warna-warni, dan bertopeng kera. Topeng keranya dicopot dan diletakkan di atas baki sebelum bercukur. Lalu baki itu dibawa mengelilingi meja besar oleh seorang perempuan.
Setelah berganti kostum dengan celana panjang kain, kemeja batik, serta bersepatu dan berpeci, Andika memperkenalkan diri. Ia menceritakan lahir dari ibu asal Kupang dan ayah asal Rote di Nusa Tenggara Timur, lalu diasuh oleh pasangan dari Malang, Jawa Timur. Ia pernah beberapa kali berkelahi karena dia berkulit hitam dan dirundung dengan disebut negro. Tatkala tinggal di Bali, ada hal yang diingatnya terus. Seorang gadis cantik mempertanyakan wajahnya yang seperti manusia purba. “Saya terdiam. Saya tersadar, seolah-olah dia mau bilang wajah saya seperti monyet,”…
Keywords: Pertunjukan, Franz Kafka, Teater Kalanari, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.