Kematian Pangeran Diponegoro Dalam Tafsir Para Penari
Edisi: 14 Jan / Tanggal : 2024-01-14 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
“Di malam hari pada pukul 6, Diponegoro meletakkan sebilah keris yang cantik dan mahal di tangan saya dan mengucapkan kata-kata: ‘Lihatlah pusaka dari ayah saya yang sekarang telah menjadi sahabat Allah; keris ini adalah pusaka yang umurnya sudah beratus-ratus tahun lamanya….’”
DI ATAS korvet Belanda bernama Pollux yang membawa Pangeran Diponegoro dari Batavia ke Manado pada Kamis, 27 Mei 1830, Letnan Dua Julius Heinrich Knoerle menuliskan kalimat di atas. Lelaki asal Prusia itu adalah perwira Belanda yang bertugas mendampingi Diponegoro. Ia adalah “intelijen” yang bertugas mengorek informasi dari Diponegoro mengenai segala hal tentang Perang Jawa dan melaporkannya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch.
Knoerle mencatat semua gerak-gerik, kondisi, dan obrolan Diponegoro selama 78 hari perjalanan laut dari ruang kamar (kabin) Diponegoro sampai tatkala Diponegoro muncul ke dek atau geladak kapal. Dari catatannya itu diinformasikan satu-satunya pusaka yang dibawa Diponegoro dalam perjalanan pembuangannya itu adalah Kiai Bondoyudo.
Kiai Bondoyudo menjadi salah satu titik refleksi Sardono W. Kusumo tatkala memperingati kematian Diponegoro di Masdon Art Center, Kemlayan, Solo, Jawa Tengah, 6-8 Januari 2024. Tak banyak yang ingat akan kematian Diponegoro. Sang Pangeran wafat pada 8 Januari 1855 di Makassar. Ia berwasiat agar dikubur bersama keris Bondoyudo, jimat utamanya yang selalu dibawa ke mana-mana. Bagi Sardono, itu simbol bahwa Diponegoro tidak mengejar kekuasaan. Perjuangannya murni spiritual. Keris itu tidak diberikan Diponegoro kepada anak-anak, keturunan, atau kerabatnya untuk menagih janji kekuasaan, jabatan, atau apa pun.
Malam itu Sardono menjelma menjadi Diponegoro yang sakit-sakitan, letih, berubah-ubah pikiran selama perjalanan laut dari Batavia menuju pembuangannya di Manado. Suasana Masdon Art syahdu karena hujan, membuat pentas sederhana ini kuat. Sardono, yang pada Maret nanti berumur 79 tahun, menggunakan kain putih berlapis. Rambut panjangnya tergerai. Kumis dan cambangnya yang hitam kontras dengan belitan rangkap jubah dan kain putihnya. Ia lebih mirip sosok musafir spiritual atau sanyasin India dalam kisah-kisah perziarahan.
Dua sutradara teater, Hanindawan dari Teater…
Keywords: Pangeran Diponegoro, Peni Candra Rini, Eko Supriyanto, Perang Diponegoro, Perang Jawa, Sardono W Kusumo, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…