Dari Peringatan 169 Tahun Wafatnya Pangeran Diponegoro

Edisi: 14 Jan / Tanggal : 2024-01-14 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :


DI Makassar, Sulawesi Selatan, peringatan wafatnya Pangeran Diponegoro diadakan oleh keluarga keturunannya. Acara haul atau peringatan wafatnya Diponegoro yang ke-169 pada 8 Januari 2024 itu berlangsung sederhana saja.
Tempo mengunjungi kompleks makam Diponegoro. Terlihat seorang perempuan paruh baya menyapu dedaunan yang jatuh di sekitar makam Diponegoro. Kuburan itu terlihat paling besar dibanding yang lain dengan atap pelindung yang tinggi. Sang Pangeran dimakamkan berdampingan dengan istrinya, Raden Ayu Ratu Ratna Ningsih.
Pusara pemimpin Perang Jawa (1825-1830) itu terletak di Jalan Diponegoro, Kampung Melayu, Kota Makassar. Makam putra-putri dan pengawal Diponegoro juga berada di dekatnya. Di area permakaman ini, terdapat musala. Diponegoro mewasiatkan adanya musala itu, yang dibangun pada Maret 1849. Di kompleks itu, tinggal pula Raden Hamzah Diponegoro, keturunan kelima Diponegoro.
Senin malam, 8 Januari 2024, keluarga keturunan Diponegoro menggelar tahlilan. Lantunan Yasin menggema di area permakaman dalam acara haul yang berlangsung pada pukul 21.00-23.30 Waktu Indonesia Tengah.

Makam Pangeran Diponegoro Jalan Diponegoro, Kampung Melayu, Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 2024. Tempo/Didit Hariyadi
“Setiap tahun kami adakan di sini (permakaman),” kata Asriah, 46 tahun, istri Raden Harto Diponegoro, saat ditemui di kompleks makam Diponegoro, 12 Januari 2024. Raden Harto adalah keturunan kelima Diponegoro. Istrinya, Asriah, selalu membersihkan area permakaman.
Bukan hanya keturunan Diponegoro, sejumlah anggota Majelis Taklim Al Hikmah dan orang-orang Jawa yang tinggal di Makassar pun meramaikan acara haul tersebut. Peringatan wafatnya Diponegoro tahun ini, diakui Asriah, tak semeriah pada tahun-tahun sebelumnya. Tak jarang keturunan Raja Tallo dan Raja Gowa hingga anak Hamengku Buwono X mengikuti peringatan ini. “Dulu hadir semua raja, ada juga orang dari keraton,” ujar Asriah.
Roger Allan Kembuan, dosen sejarah di Universitas Sam Ratulangi, Manado, dalam penelitian tesisnya berfokus pada komunitas orang Jawa di Manado, Tondano, dan sekitarnya. Mereka adalah keturunan Kiai Mojo, para pengikut, pasukan, serta punakawan Diponegoro. Roger menjelaskan, daerah Minahasa pada abad ke-18 hingga ke-19 menjadi alternatif pengasingan para tahanan politik dan mereka yang dianggap mengganggu ketenteraman penguasa Belanda. “Mereka eksil dari Perang Jawa. Rombongan pertama dari Kiai Mojo dan pengikutnya yang ditangkap lebih dulu, baru rombongan Pangeran Diponegoro dan punakawannya,” tutur Roger kepada Tempo, 11 Januari 2024.
Kiai Mojo ditangkap lebih dulu bersama pasukan tangguhnya, ditempatkan di sekitar Tondano. Baru sekitar tiga bulan kemudian rombongan Diponegoro datang. Rombongan Diponegoro ditempatkan di Manado, tepatnya di Benteng Nieuw Amsterdam. Di Manado, dia diterima oleh Residen Manado D.F.W. Pietermaat. Dia ditempatkan di sana selama tiga tahun sebelum dipindahkan ke Makassar.
Diponegoro diceritakan didampingi oleh punakawannya, yakni Roto, Merta Leksono, Sataruna, dan Banteng Wareng. Roger menemukan arsip daftar tahanan negara, yakni tahun 1833, 1843, 1847, dan 1852. Pada awalnya nama-nama punakawan ini ada di arsip 1833, tapi kemudian pada 1839 keempat orang itu…

Keywords: Pangeran DiponegoroPerang DiponegoroPerang JawaSardono W Kusumo
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…