Dampak Konsesi Tambang Dan Sawit Dalam Wilayah Redd+
Edisi: 3 Mare / Tanggal : 2024-03-03 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :
ULAH dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang membabat 800 hektare persemaian tanaman hutan di kampungnya tak akan Noorhadie Karben lupakan. Tokoh masyarakat dari Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, itu mengingat kejadiannya pada Mei 2014. Desa adat suku Dayak Ngaju itu semestinya menjadi percontohan program pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+.
“Program REDD+ di desa kami berakhir pada April 2014. Tiba-tiba, pada Juli, ratusan alat berat didatangkan perusahaan untuk membuka lahan,” kata Noorhadie kepada Tempo, Selasa, 27 Februari 2024. Kala itu Noorhadie tak bisa berbuat apa-apa ketika buldoser menggaruk dan menumbangkan beragam jenis pohon yang ditanam warga selama lima tahun untuk program pemulihan lahan gambut tersebut.
Hanya dalam hitungan hari, pekerjaan Noorhadie bersama sekitar 400 keluarga Desa Mantangai Hulu untuk mengembalikan hutan menjadi rata dengan tanah. Padahal bibit pohon yang mereka semai sudah mulai menjulang ke angkasa, dari pohon karet, tanaman buah-buahan, meranti, hingga pelbagai jenis tanaman hutan khas Kalimantan. Semula pembibitan ini ditujukan untuk reboisasi bekas kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare di Kalimantan Tengah.
PLG dikenal publik sebagai proyek cetak sawah yang gagal. PLG merupakan cikal bakal proyek food estate di masa pemerintahan Orde Baru. Tujuan besar pemerintah kala itu adalah menyediakan lahan pertanian baru untuk mencapai swasembada beras. Program ini justru melahirkan petaka pembabatan hutan yang masif dan perusakan ekosistem gambut di Kalimantan Tengah.
Setelah Orde Baru tumbang, pemerintah bekerja sama dengan Australia melalui skema Kemitraan Karbon Hutan Indonesia-Australia (IAFCP). Hubungan bilateral ini melahirkan program Kemitraan Hutan dan Iklim Kalimantan (KFCP) yang berlangsung pada medio 2010-2014 dengan nilai pendanaan AU$ 37,47 juta atau setara dengan Rp 383,9 miliar di masa kini.
Asap membubung tinggi dari hutan yang terbakar di Laboratorium Alam Hutan Gambut Cimtrop, Kelurahan Kereng Bangkirai, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 8 Oktober 2023/Antara/Auliya Rahman
Program REDD+ pertama ini bagian dari upaya mengurangi emisi karbon melalui perbaikan lahan gambut kritis di tujuh desa Kabupaten Kapuas. Kemudian tercetus beberapa program lain, seperti konservasi orang utan, pemulihan lahan gambut, pengalihan mata pencarian warga, dan persemaian tanaman hutan untuk reboisasi. “Kebanyakan pelatihan dibayar Rp 200 ribu per keluarga selama 30 hari sepanjang program berjalan,” ujar…
Keywords: Deforestasi-Kelapa Sawit, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, KLHK, Deforestasi, Emisi Karbon, Gambut, Sawit, Konsesi Hutan, REDD+, Tambang, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…