Ketua Dewan Pers Tentang Peraturan Presiden Publisher Rights

Edisi: 17 Mar / Tanggal : 2024-03-17 / Halaman : / Rubrik : WAW / Penulis :


PRESIDEN Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Butuh tiga tahun bagi pemerintah untuk merampungkan regulasi itu sejak digagas pada awal 2021. Peraturan yang dikenal sebagai publisher rights itu di antaranya memuat kewajiban perusahaan platform digital tak menyebarkan berita buruk serta berbagi hasil kerja sama dengan perusahaan media.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu bercerita, pembahasan rancangan peraturan itu diwarnai lobi dan negosiasi. Perusahaan pers, misalnya, mempersoalkan syarat verifikasi Dewan Pers agar bisa mengikat perjanjian dengan platform digital. Sedangkan platform digital—antara lain Google dan perusahaan media sosial seperti Facebook—keberatan ketika diminta menyeleksi dan mengeluarkan berita buruk dari mesin pencari. “Yang penting semua pihak menurunkan tensinya,” kata Ninik.
Penerbitan Perpres Publisher Rights ini pun tak lepas dari polemik. Ada kekhawatiran soal potensi pembatasan konten berita. Ninik memastikan praktik yang menjurus ke sensor itu tak akan terjadi dengan berlakunya regulasi ini. “Platform bukan penentu, semuanya kembali ke Dewan Pers,” tuturnya.
Selama lebih dari satu jam, Ninik meladeni wawancara khusus dengan wartawan Tempo, Praga Utama dan Raymundus Rikang, di kantor redaksi Tempo, Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, pada Rabu, 6 Maret 2024, setelah ia memberikan pidato dalam acara perayaan ulang tahun Tempo ke-53. Mantan anggota Ombudsman RI itu menjelaskan proses perumusan peraturan presiden tentang publisher rights serta tantangan pers di era digital.
Bagaimana mula-mula pembuatan peraturan presiden tentang publisher rights ini?
Bermula dari keluhan rekan-rekan pers kepada Presiden Joko Widodo pada Hari Pers Nasional, sekitar awal 2021. Mereka menyampaikan ekosistem pers di era digital membuat masyarakat makin sulit membedakan informasi biasa dengan karya jurnalistik. Juga keluhan soal pembagian revenue karena media merasa tak mendapatkan porsi yang sesuai dibanding apa yang didapatkan perusahaan platform digital.
Apa problem serius dalam kualitas karya jurnalistik yang disampaikan kepada Jokowi?
Banyak sekali disinformasi yang beredar, tapi tak semua orang berupaya mencari kebenaran dari media mainstream. Memang, kemerdekaan pers menimbulkan implikasi kebebasan mendirikan perusahaan pers, tapi tak dikelola secara profesional. Akibatnya, kualitas berita buruk, pembodohan masyarakat. Banyak juga orang yang menyukai berita yang mengandung clickbait.
Seperti apa pembagian revenue dengan perusahaan platform?
Keluhan yang disampaikan waktu itu tak ada transparansi pendapatan iklan. Pendapatan ini menempel pada sistem algoritma yang kewenangannya ada pada perusahaan platform.
Perpres Publisher Rights bisa menyelesaikan semua masalah itu?
Saya kira sudah tepat untuk saat ini. Kami bersyukur insan pers dan pemerintah sudah bisa menyelesaikan tahapannya. Memang masih menunggu enam bulan agar skema pelaksanaannya lebih konkret. Dewan Pers dan…

Keywords: Kementerian Komunikasi dan InformatikaDewan PersPlatform Media SosialPublisher RightsNinik Rahayu
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…