2024-12-21 15:10:17 Sejarah Aktual

Banjir Rob Dan Penurunan Tanah Jakarta

Banjir rob akibat air pasang yang baru melanda di utara Jakarta pada akhir Desember 2024 ini mengingatkan kekawatiran sejak lama tentang kondisi tanah di sekitar utara Jakarta. Sejak tahun 2010 sampai 2011 banjir rob menjadi bagian dari keseharian warga Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bukan apa-apa, masuknya air laut ke permukiman selalu terjadi pada saat pasang. Bahkan disaat tidak ada hujan atau banjir kiriman dari selatan.

Banyak pihak menyebutkan hal itu terjadi karena naiknya permukaan laut akibat pemanasan global. Belakangan para ahli menambahkan faktor lain: amblesan tanah. "Di daerah sekitar Pantai Indah Kapuk penurunan tanah berkisar 10,2-11,7 sentimeter tiap tahun," kata Profesor Hasanuddin, guru besar Institut Teknologi Bandung di bidang geodesi satelit kepada Koran Tempo.

Wilayah lain di pesisir Jakarta juga mengalami penurunan tanah sekitar 10-12 sentimeter. Amblesan tertinggi terdapat di Pantai Mutiara, Kecamatan Penjaringan, yang mencapai 26 sentimeter, berdasarkan data GPS pada September 2007-Agustus 2008. Pantai yang kini berdiri permukiman mewah, hotel, dan apartemen ini hasil reklamasi pada 1980-an.

Selain kawasan pantai, kata Hasanuddin, penurunan terbesar terjadi di kawasan industri. Di Pulogadung, misalnya, rata-rata tanah turun 12-13 sentimeter per tahun pada perhitungan 2001-2002. Pada perhitungan September 2007-Agustus 2008 bahkan mencapai 17 sentimeter. Di wilayah itu terdapat beberapa kawasan industri, antara lain Pulogadung, Cakung, dan Cilincing. "Kondisi subsidence (penurunan tanah) sampai sekarang terus berlangsung," ujarnya.

Keterangan Foto : Suasana air pasang yang melanda kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin, 26 November 2007. [TEMPO/ Imam Sukamto; IS2007112609]

Daerah lain yang turun 4-6 sentimeter per tahun terjadi di daerah sekitar Jalan Dharmawangsa, Kebayoran Baru; Cikini; Tegal Alur; Cilincing; dan Kamal Muara. Adapun penurunan tanah 6-8 sentimeter per tahun terdapat di sekitar kantor Bapedalda Kuningan, Atrium Senen, Joglo, dan Tongkol.

Apa yang menjadi penyebab tanah ambles? "Kombinasi penyedotan air tanah besar-besaran, terutama oleh pabrik; beban bangunan; dan kondisi tanah," kata Hasanuddin. Akibatnya, selain bisa merusak bangunan, hal itu menimbulkan banjir karena permukaan tanah menurun.

Berdasarkan survei terbaru, 64 persen kebutuhan air di Jakarta diambil dari dalam tanah. Masyarakat biasanya mengambil air tanah dari akuifer dangkal atau hingga kedalaman 40 meter. Penyedotan besar-besaran dilakukan oleh sektor industri, yang menggunakan sumur bor pada lapisan akuifer dalam atau di atas 40 meter.

Penurunan Tanah di Jakarta 

Permukaan tanah di Jakarta terus menurun sejak 1975. Dalam kurun 10 tahun, angka penurunan berkisar 70-100 sentimeter. Wilayah yang berada di bawah permukaan laut bakal terendam banjir rob saat air laut pasang. Pada 2012, penelitian teknik geodesi dan geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung mencatat 15,58 persen dari 661,52 kilometer persegi luas Jakarta atau sekitar 99,22 kilometer persegi berada di bawah permukaan air laut. L LH

Rekapitulasi penurunan permukaan tanah di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara:

1. Marunda
1975 0,2 meter
1985 0,3 meter
1995 0,7 meter
2005 1,2 meter
2015 1,6 meter

2. Kelapa Gading
1975 0,2 meter
1985 0,5 meter
1995 1,3 meter
2005 2 meter
2015 2,3 meter

3. Daan Mogot
1975 0,2 meter
1985 0,3 meter
1995 0,7 meter
2005 1,2 meter
2015 1,6 meter

4. Pluit
1975 0,2 meter
1985 0,8 meter
1995 2 meter
2005 3,3 meter
2015 4 meter Sumber: Divisi Penelitian Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung

(Sumber Diolah Koran Tempo, Majalah Tempo
 

Tempo/PDAT

Alamat
PDAT Gedung Tempo Jl. Palmerah Barat No. 8 Jakarta 12210

Kontak
Phone / Fax: 62-21 536 0409 (ext. 321) / 62-21 536 0408 WA : 62 838 9392 0723 Email : [email protected]