Sejarah Perkembangan Rinjani
Ternyata penduduk di sekitar Gunung Rinjani baru merasakan listrik pada tahun 1980. Sekitar bulan September 1980 penduduk lereng Gunung Rinjani, Lombok Timur (NTB) kini sudah mencicipi listrik. Terutama penduduk 3 desa Aikmel dan Lenek di Kecamatan Aikmel serta Anjani di Kecamatan Sukamulia, sekitar 40 km timur laut Mataram. Inilah proyek percontohan listrik masuk desa pertama dengan kredit Rp 8,3 milyar lebih.
Arsip Majalah Tempo waktu itu menulis selain dana dari pemerintah RI sendiri, kredit tersebut juga didapat dari AS dan Kanada. Proyek yang selanjutnya diserahkan pengelolaannya kepada Koperasi Listrik Pedesaan (KLP) Sinar Rinjani ini sesungguhnya meliputi kawasan lebih luas Kecamatan Sukamulia, Aikmel, Pringgabaya, Sambelia dan sebagian Kecamatan Selong --semua di Lombok Timur.
Listrik Dijatah
Tapi buat sementara baru 3 desa itu -- Aikmel, Lenek dan Anjani -- yang sudah diterangi. Itu pun baru untuk 800 rumah dari rencana 1.500 rumah. Setiap rumah dengan 3 bola lampu dan satu stop kontak. "Kalau kreditnya sudah dicairkan BRI Mataram, desa-desa lain akan segera bisa diterangi," ujar H.M. Indra Ali, Ketua KLP Sinar Rinjani. Dari kredit Rp 8,3 milyar itu, baru Rp 300 juta yang terpakai.
- Liputan Majalah Tempo : Liputan Majalah Tempo tentang Rinjani Sejak 1971
- Foto Gunung Rinjani : Rekaman Foto Sudut-Sudut Rinjani
Proyek besar ini tertunda beberapa kali. Mula-mula direncanakan diresmikan akhir tahun lalu. Tapi setelah mundur beberapa kali, baru diresmikan oleh Menmud Koperasi Bustanil Arifin awal bulan lalu di Aikmel.
Setelah peresmian, ternyata ada beberapa hal yang secara teknis kurang memenuhi persyaratan. Seperti disaksikan para anggota Komisi D DPRD Lombok Timur. Tiang listrik yang dipasang ternyata dari kayu rasamala kelas tiga. "Mestinya paling tidak dari kayu besi," kata H. Muchtar Mansur, ketua komisi tersebut kepada Majalah Tempo.
Itupun kayu bekas dan diduga sebagian kayu bekas yang diangkut dari Jawa sehingga dipasang dengan jarak yang terlalu rapat, rata-rata berjarak 40 meter -- mestinya bisa antara 70 sampai 80 meter. Beberapa orang pengurus KLP Sinar Rinjani sendiri tidak dapat memberi keterangan apa-apa tentang hal itu, "sebab semuanya dikerjakan orang pusat."
Kalangan DPRD juga menyesalkan karena kontraktor daerah tidak diikut-sertakan dalam proyek ini. Yang menjadi kikuk pada akhirnya Gubernur NTB, Gatot Soeherman. "Sulit bagi saya untuk mengikut-sertakan kontrakror daerah," katanya, "karena proyek ini dibiayai dengan pinjaman dari luar negeri, maka orang pusat pula yang menggarapnya."
