Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Survei AJI: Banyak Lembaga Publik Hanya Menerapkan Sebagian Keterbukaan Informasi Publik

Rabu, 8 September 2021 22:00 WIB

Berdasarkan penelitian Aliansi Jurnalis Independen (AJI), lembaga publik di Indonesia masih belum cukup terbuka dalam menyampaikan informasi yang bersifat umum. Berdasarkan survei terhadap 206 lembaga publik tingkat pusat dan daerah, sebanyak 44,2 persen lembaga publik hanya menerapkan sebagian dari implementasi keterbukaan informasi publik (KIP). 

Kemudian 37 persen lembaga publik dikategorikan kurang dari sebagian atau bahkan sama sekali tidak menerapkan keterbukaan informasi. Hanya 18,8 persen lembaga publik yang dinilai hampir memenuhi implementasi keterbukaan informasi publik.

Dibanding lembaga publik di tingkat daerah, lembaga publik tingkat nasional lebih terbuka dalam menyampaikan informasi publik dibanding tingkat daerah. Sebesar 34,6 persen lembaga publik nasional yang mendapat penilaian kurang dari sebagian atau tidak sama sekali membuka informasi publik, sedangkan di tingkat daerah mencapai 38,1 persen. Selain itu, ada 26,9 persen lembaga publik nasional yang mendapat penilaian hampir atau telah memenuhi berbanding 15 persen lembaga daerah.

Ada 3 indikator yang digunakan dalam menilai implementasi keterbukaan informasi suatu lembaga publik. Pertama ialah informasi yang disediakan secara aktif (proactive disclosure). Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi situs lembaga terkait dan mendata informasi-informasi yang bersifat publik.

Kedua ialah implementasi yang dilakukan secara umum dan oleh lembaga publik (institutional measure). AJI mengukur apakah suatu lembaga publik telah menerapkan kebijakan kelembagaan yang mendukung keterbukaan informasi publik. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan informasi yang tersedia di situs lembaga terkait dan kunjungan langsung ke lembaga publik terkait untuk mewawancarai komisi informasi serta pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) atau humas lembaga terkait.

Ketiga ialah pengalaman mengajukan permohonan informasi publik (processing request) yang dilakukan enumerator di masing-masing daerah. Jenis informasi yang diajukan ialah data tidak dipublikasikan secara proaktif, seperti data izin pertambangan, dokumen kontrak tender, dan data rincian penggunaan anggaran. Ada 4 lembaga daerah yang disurvei, yakni Dinas ESDM, Dinas Kesehatan, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Dinas Pekerjaan Umum (PU).

 

Sebagian besar permohonan informasi menurut AJI tidak dikabulkan, bahkan tanpa respon. Terdapat beragam alasan yang menghalangi proses permohonan informasi publik. Proses ini pun bukan jadi pilihan bagi jurnalis yang sedang bertugas karena prosesnya yang berbelit-belit.

“Selain itu beberapa persyaratan yang diterapkan lembaga publik untuk pengajuan permohonan informasi juga cukup sulit dipenuhi bagi kalangan jurnalis, seperti akta lembaga dan proposal,” tulis AJI dalam laporan itu.