Survei CISDI: Masyarakat Enggan ke Faskes karena Takut Tertular Covid-19
Oleh
Kamis, 28 Oktober 2021 16:51 WIB
Berdasarkan temuan survei lembaga swadaya masyarakat di bidang layanan kesehatan, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) berpengaruh terhadap keengganan masyarakat mengakses fasilitas kesehatan (faskes) di masa pandemi. Sebanyak 43,6 persen responden—angka mayoritas— mengaku enggan pergi ke faskes karena takut tertular Covid-19.
Alasan terbesar kedua masyarakat dalam mengakses faskes saat pandemi adalah takut “di-Covid-kan”, yakni sebanyak 31,7 persen. Ketakutan ini tergambar dalam salah satu jawaban responden yang dikutip CISDI dalam laporan hasil survei.
“... takut mereka (masyarakat) kalau dites tiba-tiba positif Covid-19. Memang takut di-swab, gak tahu kalau itu takut di-swab atau takut positif Covid-19,” ujar salah seorang perangkat desa di Jawa Tengah yang jawabannya dikutip CISDI dalam laporan hasil survei.
Sementara hambatan terbesar masyarakat dalam mengakses faskes sebelum pandemi adalah biaya tinggi layanan kesehatan, yakni sebanyak 12,6 persen. Kemudian jarak menuju faskes sebanyak 11 persen, dan keterbatasan transportasi menuju faskes terdekat sebanyak delapan persen.
CISDI juga menemukan masih ada masyarakat yang lebih memilih pengobatan tradisional, internet, atau bahkan menunda mencari pengobatan. Lembaga itu menyebut Sulawesi Utara, Papua Barat, Aceh, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan sebagai provinsi dengan persentase masyarakat yang menemui pengobatan tradisional tertinggi.
Lembaga itu menyarankan agar peningkatan kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi pandemi dapat dilakukan dengan memperkuat peran puskesmas, kader kesehatan, dan aktor masyarakat.
“Penguatan dilakukan melalui dukungan untuk perlindungan, ketersediaan sumber daya dan tenaga terlatih, serta aksesibilitas ke layanan kesehatan,” tulis CISDI pada bagian rekomendasi dalam laporan survei.
Langkah itu juga perlu dilengkapi upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan, bimbingan teknis, pengawasan, dan evaluasi rutin terhadap tenaga kesehatan dan kader kesehatan di tingkat masyarakat.
Penggalian data dilakukan pada Juni-Agustus 2021 di 15 provinsi. Yang menjadi responden survei adalah tokoh atau representasi masyarakat, seperti lurah atau kepala desa, tokoh agama atau adat, perwakilan organisasi sipil, dan kader kesehatan. CISDI mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam penelitian ini.