Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Produk Cina Dominasi Impor Barang Indonesia pada Oktober 2021

Senin, 22 November 2021 16:48 WIB

Berdasarkan data ekspor-impor Oktober 2021 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Cina terbukti menjadi mitra perdagangan utama Indonesia. Selain menjadi negara utama tujuan ekspor komoditas Indonesia, impor barang di Indonesia sebagian besar pun berasal dari Cina.

Untuk diketahui, total nilai impor barang Indonesia pada Oktober 2021 mencapai US$ 16,29 miliar. Kemudian nilai impor barang non-migas dari Cina mencapai US$ 4,6 miliar, atau 31,98 persen dari total nilai impor pada Oktober 2021.

Kemudian barang-barang Jepang jadi komoditas non-migas paling banyak kedua yang diimpor Indonesia. Total nilai impor produk Jepang mencapai US$ 1,38 miliar. Jumlah itu setara dengan 9,56 persen dari total nilai impor Indonesia pada Oktober 2021.

Selanjutnya komoditas asal Australia menjadi barang paling banyak ketiga yang diimpor Indonesia. Nilai barang asal Australia yang masuk Indonesia berjumlah sekitar US$ 840 juta atau 5,83 persen dari total nilai impor pada Oktober 2021.

 

BPS juga mencatat, nilai impor produk non-migas asal Cina pada Oktober 2021 mengalami kenaikan tertinggi dibanding negara-negara lain. Nilai barang yang diimpor Indonesia dari Cina jumlahnya melonjak US$ 166,3 juta dolar.

Sementara penurunan impor terbesar terjadi pada barang-barang asal Amerika Serikat. Nilai barang AS yang masuk Indonesia berkurang sebanyak US$ 147,2 juta dibanding bulan sebelumnya. 

Berdasarkan golongan barang, impor besi dan baja mengalami peningkatan nilai terbesar pada Oktober 2021 dibandingkan September 2021. Nilai impor produk logam itu naik US$ 181,7 juta. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada produk farmasi, yakni sebesar US$ 163,2 juta.