Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

AJI: Kekerasan terhadap Jurnalis di 2021 Sebanyak 43 Kasus

Kamis, 30 Desember 2021 19:00 WIB

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam catatan akhir tahun 2021 mencatat ada 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia sepanjang tahun 2021. Jumlah itu didapat dari pemantauan harian di 40 AJI tingkat kota se-Indonesia, sejak 1 Januari hingga 25 Desember 2021.

Dari 43 kasus itu, sebagian besar didominasi bentuk teror dan intimidasi sebanyak 9 kasus. Disusul kekerasan fisik sebanyak 7 kasus, dan pelarangan liputan sebesar 7 kasus.

“Salah satu kasus yang menjadi perhatian  adalah penganiayaan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi pada 27 Maret 2021,” kata Sekretaris Jenderal AJI Ika Ningtyas pada 29 Desember 2021.

 

Terdapat tren pergeseran jenis kekerasan terhadap jurnalis pada tahun ini dibanding tahun sebelumnya. Jika pada 2020 jenis kekerasan terhadap jurnalis didominasi oleh kekerasan fisik, maka di tahun ini bermunculan jenis-jenis kekerasan baru.

“AJI juga mencatat masih terjadi serangan digital sebanyak 5 kasus, ancaman 5 kasus dan penuntutan hukum, baik secara pidana maupun perdata, 4 kasus,” ujar Ika.

 

Berdasarkan pelaku kekerasan, polisi mendominasi jumlah kasus, yakni 12 kasus. Disusul orang tidak dikenal 10 kasus, aparat pemerintah 8 kasus, warga 4 kasus, dan pekerja profesional 3 kasus.

Ada 10 butir rekomendasi AJI terkait kasus kekerasan jurnalis. Salah satunya adalah meminta Presiden dan Kapolri mereformasi organisasi kepolisian lantaran polisi selalu mendominasi jumlah pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kemudian mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghapus pasal-pasal Rancangan ​​​​Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang mengancam kebebasan pers.

AJI juga meminta Dewan Pers untuk memperkuat nota kesepahaman dengan lembaga penegak hukum. Permintaan ini tidak terlepas dari kondisi lapangan di mana karya jurnalistik pada praktiknya masih diproses pidana oleh aparat penegak hukum.

Perusahaan media juga diminta bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pekerja medianya, termasuk mendampingi jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan.