Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2022 bernilai US$ 3,89 miliar. Angka ini menghasilkan surplus perdagangan di 2022 menjadi US$ 54,46 miliar. Dengan demikian, perdagangan Indonesia mengalami kinerja positif dalam tiga tahun terakhir.
Nilai neraca perdagangan luar negeri didapat dari selisih nilai ekspor dengan impor. Untuk diketahui nilai ekspor bulan lalu adalah US$ 23,83 miliar, sedangkan nilai impor adalah US$ 19,24 miliar. BPS juga mencatat bahwa komoditas nonmigas mengalami surplus US$ 78,85 miliar, sedangkan barang migas mengalami defisit US$ 24,39 miliar.
Nilai neraca perdagangan tahun lalu juga menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Surplus perdagangan yang dialami Indonesia ditopang oleh kinerja positif ekspor, yang menurut perhitungan BPS berhasil tumbuh secara tahunan hingga 53,76 persen.
Capaian positif ekspor tahun lalu tidak terlepas dari situasi windfall profit alias rezeki nomplok yang dialami oleh komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO). Dua komoditas ini mengalami permintaan tinggi pada 2022. Momen lain yang mempengaruhi situasi di atas adalah invasi Rusia ke Ukraina sejak akhir Februari tahun lalu, yang berakibat pada krisis energi global.
Di sisi lain, krisis energi juga menyebabkan kinerja perdagangan sektor migas mengalami defisit. Hal ini karena nilai impor migas lebih tinggi dari ekspor migas, lantaran harga minyak mentah dunia yang melonjak pada tahun lalu.