Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mampukah Muhaimin Iskandar Menaikkan Elektabilitas Anies Baswedan di Pemilih Nahdlatul Ulama?

Selasa, 12 September 2023 07:47 WIB

Bakal Calon Presiden Anies Baswedan disambut Bakal Calon Wakil Presiden Muhaimin Iskandar saat tiba di Kantor DPP PKB, Jakarta, Senin, 11 September 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis

Bakal calon presiden Anies Baswedan resmi menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapresnya. Keputusan tersebut disinyalir sebagai langkah untuk menambah perolehan suara Anies dari basis pemilih Nahdlatul Ulama (NU). Selain karena sejarah PKB yang didirikan oleh orang-orang NU, Muhaimin juga merupakan cicit dari pendiri NU, KH Bisri Syansuri.

Selama ini elektabilitas Anies Baswedan memang masih tertinggal dari Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Tak hanya itu, elektabilitas Anies juga relatif rendah di kalangan NU—nahdliyin—dibanding dua pesaingnya tersebut. Survei Litbang Kompas pada 27 Juli hingga 7 Agustus 2023 menemukan bahwa calon pemilih dari kalangan nahdliyin lebih banyak memilih Ganjar, kemudian Prabowo. Sedangkan elektabilitas Anies hanya setengah dari elektabilitas Ganjar.

Suara nahdliyin selalu menjadi rebutan para politikus di momen politis seperti pemilu atau pilkada. Hal ini mengingat NU merupakan organisasi kemasyarakatan Islam tradisional terbesar di Indonesia, dengan jumlah anggotanya ditaksir mencapai 150 juta orang, baik formal maupun nonformal. 

Meski elektabilitas Anies di kalangan nahdliyin masih rendah, tapi loyalitas pemilih Anies di kelompok tersebut justru relatif lebih kuat. Survei Litbang Kompas pada Agustus 2023 menemukan bahwa jumlah pemilih Anies yang loyal di kalangan nahdliyin mencapai 65,7 persen, terbesar kedua setelah Prabowo (69 persen). Sedangkan pemilih nahdliyin yang loyal untuk memilih Ganjar hanya 62,9 persen, dan sisanya masih akan berpindah pilihan alias swing voters.

Ikatan sejarah PKB dengan NU tidak lantas membuat elektabilitas partai tersebut jadi yang terbesar di kalangan nahdliyin. Litbang Kompas menyebut bahwa pilihan kalangan nahdliyin terbanyak jatuh kepada PDIP—partai pengusung Ganjar Pranowo—sebesar 22,2 persen, disusul Gerindra—pengusung Prabowo Subianto—sebesar 19,9 persen. Sedangkan PKB hanya memperoleh elektabilitas sebesar 10,2 persen, terbesar ketiga setelah PDIP dan Gerindra.

Hal serupa juga ditemukan pada hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus lalu. Pendiri LSI, Denny JA, dalam unggahan video di Instagram menyebut bahwa PDIP dan Gerindra menjadi partai pilihan utama para responden Nahdliyin, sedangkan PKB hanya menempati peringkat ketiga.

Menurut Denny, elektabilitas PKB yang lebih rendah dibanding PDIP dan Gerindra pada kalangan nahdliyin tidak terlepas dari rekam jejak Muhaimin Iskandar yang terlibat konflik di masa lalu dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Gus Dur memang telah wafat pada 2009, tetapi konflik tersebut masih berlangsung hingga sekarang lantaran putri Gus Dur, Yenny Wahid, menyatakan oposisi terhadap Muhaimin.

Meski PKB diyakini mampu membawa suara pemilih NU bagi Anies Baswedan, Denny mengingatkan bahwa di sisi lain Anies juga kehilangan potensi suara lain, yakni pemilih Partai Demokrat yang telah menyatakan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan.

“Pergi pula secara signifikan pemilih (Partai) Demokrat dari Anies Baswedan,” kata Denny di akhir video.