Learning Poverty Meningkat Akibat Pandemi Covid-19
Oleh
Kamis, 14 September 2023 12:42 WIB
Seorang siswa membaca sebuah buku cerita saat ikut pelatihan menulis di bawah bimbingan penulis buku Fayanna Ailisha Davianny di SDN Anyelir 1, Kota Depok, Selasa 25 Oktober 2022. Acara ini merupakan bagian dari perayaan Bulan Bahasa dan Sastra 2022 yang bertujuan untuk mengasah kemampuan literasi pada anak. TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan darurat kesehatan global telah berakhir, pandemi Covid-19 menyisakan sejumlah masalah, salah satunya di bidang pendidikan. Upaya untuk meningkatkan kemampuan pendidikan anak menghadapi kebuntuan karena angka kemiskinan pembelajaran atau learning poverty mengalami peningkatan sebagai dampak dari penutupan sekolah selama masa pandemi, serta keterbatasan pembelajaran jarak jauh yang tidak menjangkau semua kalangan.
Learning poverty merupakan sebuah kondisi di mana anak usia 10 tahun tidak dapat membaca dan memahami sebuah teks sederhana. Laporan bersama Bank Dunia, UNICEF, FCDO, USAID, dan Bill & Melinda Gates Foundation berjudul The State of Global Learning Poverty: 2022 Update menyebut bahwa peningkatan persentase learning poverty terjadi pada seluruh kelompok pendapatan negara—dari tinggi hingga rendah—seperti terlihat pada visualisasi di bawah.
Masalahnya, peningkatan persentase learning poverty bahkan telah terjadi sejak sebelum pandemi di kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah ataupun rendah. Alhasil angka tersebut semakin tinggi pada perkiraan tahun 2022 lalu. Bahkan angka learning poverty di negara berpendapatan menengah ke atas juga diperkirakan meningkat drastis mendekati 50 persen, padahal sempat menurun pada periode 2015 hingga 2019.
Mengingat angka yang ditampilkan berupa perkiraan, maka tidak menutup kemungkinan pula bahwa angka yang sebenarnya lebih tinggi. Kondisi ini dapat menyebabkan anak dengan level membaca di bawah standar kelancaran semakin tertinggal. Negara-negara miskin dan berkembang lebih berpotensi untuk mengalami kondisi tersebut mengingat kegagalan sistem pendidikan mereka sejak sebelum pandemi untuk mengantarkan anak mencapai level minimum kelancaran membaca.