Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menakar Kekuatan Nilai Tukar Rupiah Melalui Indeks Big Mac

Rabu, 31 Juli 2024 13:09 WIB

Big Mac salah satu menu yang digemari di seluruh dunia. Foto: @mcdonalds

Tempo pekan ini menerbitkan edisi khusus 10 tahun pemerintahan Jokowi. Pada aspek ekonomi, Tempo menyoroti pembangunan infrastruktur di era Jokowi yang ugal-ugalan dan beriringan dengan peningkatan nilai utang pemerintah. Pembayaran utang pemerintah yang sebagian besar berbentuk dolar Amerika Serikat (AS) mendorong cadangan devisa negara tergerus sehingga dapat melemahkan nilai tukar rupiah.

Pada Februari 2014, Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih memprediksi bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar dapat menguat jika Joko Widodo atau Jokowi menjadi presiden. Ia memperkirakan bahwa penguatan rupiah saat itu akan sangat tajam, dapat menyentuh Rp 10 ribu per dolar AS. Sepuluh tahun berselang, nilai tukar rupiah kini justru menurun hingga mencapai di atas Rp 16 ribu per dolar AS.

Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mengukur kekuatan nilai tukar suatu mata uang adalah indeks Big Mac yang dirilis The Economist sejak 1986. Majalah ekonomi tersebut membandingkan harga Big Mac di gerai McDonald’s di seluruh negara untuk mengetahui apakah harga Big Mac di suatu negara lebih mahal atau lebih murah dibandingkan negara asalnya, yakni AS. Indeks ini sejalan dengan metrik Paritas Daya Beli (PPP), yang membandingkan harga sekeranjang kebutuhan pokok di suatu negara dengan negara lain. Indeks ini berguna untuk mengetahui produktivitas ekonomi dan standar kehidupan di setiap negara.

Berdasarkan indeks Big Mac terbaru yang dirilis The Economist pada awal tahun ini, harga Big Mac di gerai McDonald’s di Indonesia adalah sebesar Rp 38 ribu. Apabila dikonversi ke dolar AS pada saat itu dengan nilai tukar sekitar Rp 15.637, maka harga Big Mac di Indonesia adalah US$ 2,43. Harga Big Mac merupakan yang termurah kedua di dunia setelah harga Big Mac di Taiwan (US$ 2,39).

Harga Big Mac yang lebih murah dibanding negara asalnya menandakan bahwa mata uang di suatu negara lebih lemah (undervalue) dibanding dolar AS. Nilai tukar rupiah yang sejauh ini masih bertahan di atas Rp 16 ribu per dolar AS membuat harga Big Mac di Indonesia akan semakin menurun jika diukur dengan dolar AS.

Mata uang yang undervalue menandakan bahwa barang-barang ekspor dari negara tersebut akan lebih terjangkau di pasar global. Namun, kondisi tersebut dapat menyebabkan inflasi di negara tersebut melonjak karena kenaikan harga barang-barang impor.