Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengeluaran Pajak Kelas Menengah

Kamis, 3 Oktober 2024 16:23 WIB

Warga berbelanja di sebuah mall di Jakarta, Senin, 2 September 2024. Penurunan jumlah kelas menengah sebesar 9,48 juta jiwa ini menandakan banyak orang dari kelas menengah yang ‘turun kasta’ ke kelompok kelas menengah rentan hingga kelompok rentan miskin. TEMPO/Subekti

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Artinya, sekitar 10 juta jiwa keluar dari daftar kelas menengah dalam lima tahun terakhir.

BPS menggunakan acuan Bank Dunia yang menilai standar kelas berdasarkan pengeluaran per kapita per bulan. Kelompok menuju kelas menengah adalah mereka yang memiliki pengeluaran bulanan 1,5 hingga 3,5 kali dari garis kemiskinan, sedangkan kelompok kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran bulanan 3,5 hingga 17 kali dari garis kemiskinan. Dengan acuan tersebut, kelompok kelas menengah pada 2024 adalah mereka dengan pengeluaran bulanan Rp 2,04 juta hingga Rp 9,9 juta sedangkan kelompok menuju kelas menengah adalah mereka dengan pengeluaran bulanan per orang Rp 874.398 hingga Rp 2,04 juta.

Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Muchamad Arifin, mengatakan total kontribusi kelas menengah terhadap penerimaan pajak adalah sebesar 15,7 persen. Jumlah itu terdiri dari kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21—dipotong oleh pemberi kerja— sebesar 14,7 persen dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP)—dibayar secara perorangan—sebanyak 1 persen.

Data BPS menunjukkan bahwa penurunan jumlah kelas menengah sejalan dengan pergeseran porsi pengeluaran kelas tersebut pada 2024 dibanding 2019, terutama pada pengeluaran pajak. Pengeluaran kelas menengah untuk pajak atau iuran tercatat mengalami peningkatan terbesar dibanding pengeluaran untuk makanan dan perumahan. BPS mencatat bahwa proporsi pengeluaran kelas menengah untuk pajak naik 1,07 persen dalam kurun waktu lima tahun. Sedangkan kenaikan proporsi pengeluaran untuk makanan dan perumahan masing-masing 0,62 persen dan 0,72 persen.

Menurut BPS, ciri khas kelas menengah ke atas dengan kelompok di bawahnya adalah keberadaan proporsi pengeluaran untuk hiburan serta pengeluaran untuk kendaraan yang cukup signifikan. Sedangkan proporsi pengeluaran untuk makanan relatif kecil dibanding kelompok-kelompok di bawahnya. Selain itu, BPS mencatat bahwa pengeluaran kelas menengah untuk hiburan menurun dari 0,47 persen menjadi 0,38 persen, begitu pula untuk pengeluaran kendaraan yang menurun dari 5,63 persen menjadi 3,99 persen.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam laporan Indonesia Economic Outlook 2024 for Q3 2024 menyebutkan kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara. Mereka berkontribusi pada 50,7 persen dari penerimaan pajak. Sedangkan calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen.

 “Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka mungkin berkurang sehingga berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap produk domestik bruto yang sudah rendah,” dikutip dari laporan tersebut.