Sejarah Timah Bangka Belitung

Sejarah Singkat Timah Bangka Belitung

Belitung terdiri atas dua kabupaten, Belitung dan Belitung Timur. Di peta dunia, pulau yang dihuni berbagai etnis seperti Melayu, Tionghoa, Bugis, Madura, dan Jawa ini dikenal dengan nama Billiton. Belitung, seperti juga Bangka, tak dapat dilepaskan dari cerita dan tradisi timah. Sejak abad ke-17, daerah ini sudah menjadi andalan dalam penambangan dan perdagangan timah dunia. Usaha penambangan timah dimulai oleh Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Billiton atau GMB Belitung, perusahaan milik Belanda pada masa kolonial, 1890-1942.

Setelah Perjanjian Meja Bundar, 1949, Indonesia melakukan nasionalisasi perusahaan dan aset Belanda,di antaranya GMB Belitung. Selanjutnya pengelolaan dan pengawasannya berada di bawah Badan Urusan Penjualan Hasil Tambang Negara. Ini dikuatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19/1960. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21/1972, sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden No. 17/1967, dibentuklah Perusahaan Negara Timah. Pada 2 Agustus 1976, PN Timah diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero), berkedudukan di Jakarta. Ia membawahkan Unit Penambangan Timah (UPT) Bangka di Pangkal Pinang, UPT Singkep di Dabo-Singkep, Unit Peleburan Timah di Mentok, serta UPT Belitung yang berkedudukan di Tanjung Pandan.

Selain PT Tambang Timah, pada saat yang sama pengerukan timah di Belitung dilakukan BHP Billiton, sepanjang 1971-1985. Ada juga Preussag GmbH of Hannover, perusahaan asal Jerman yang mengeruk timah Belitung pada 1985-1989, juga ada PT Gunung Ki Kara Mining (GKM) pada kurun 1989-1995. Ketiga perusahaan swasta ini berada di lokasi yang sama, di Kelapa Kampit, Belitung Timur. Tapi, dari semua perusahaan di atas, PT Tambang Timah yang bertahan hingga sekarang. PT Timah Tbk memiliki kuasa penambangan mencapai puluhan ribu hektare. Di Kabupaten Belitung ada kutang lebih ada 25.300 hektare, sementara di Belitung Timur sekitar 62.942,7 hektare.