Industri Awak Di Negeri Dewek

Edisi: 49/02 / Tanggal : 1973-02-17 / Halaman : 43 / Rubrik : PWS / Penulis :

KALAU saja bisa saya balikkan seluruh bangunan-bangunan hotel
yang mentereng di seluruh Asia. tentulah di alas gedung-gedung
mewah itu akan kita temukan stempel Made in Los Angeles."
Agaknya wisatawan asing ini sudah menginjakkan kaki hampir di
seluruh daratan lapangan terbang Asia, yang pembangunannya
menjiplak gaya mutakhir arsitektur Barat yang membosankan.
Bukankah di daerah asalnya, pola bangunan demikian sudah rutin?

; Bukan hanya karena ucapan itu, bila Dirjen Pariwisata
mengeluarkan ketentuan bahwa bangunan-bangunan di pulau Bali
tidak boleh melebihi ukuran tinggi pohon kelapa. Limabelas
meter. Yang jelas, setelah laporan SCETO tentang 10 tahun Master
Plan Bali menekankan pentingnya memelihara suasana alam dan
kesenian asli setempat.

; Ketentuan tersebut ternyata mengandung konsekwensi lebih luas.
Bangunan-bangunan persegi empat dari beto dan besi baja yang
menjulang bagaikan korek api telah sejak lama dianggap sebagai
"pencemaran pemandangan. Lalu bagaimana'? Bentuk bangunan harus
disesuaikan dengan arsitektur tradisi. Bukankah suatu kebodohan
menyuguhkan bangunan dan pemandangan yang menjelnukan kepada
turis yang datang dari jarak 10.000 mil? Badan pariwisata PBB
IUOTO (International Union of Official Travel Organization)
memperingatkan negeri-negeri yang sedang berkemhang untuk
waspada terhadap "pengotoran dalam industri, pariwisata".

; Rendah Diri

; Pada suatu hari ASITA (Associatin of Indonesian Travel Aents dan
IHRA (Indonsian Hotels and Restaz(rants Association) menerima
surat edaran. Pengirimnya: Dirjen Wisata. Isinya: kritik pedas
terhadap kecenderungan para pengusaha pariwisata nasional di
bidang hotel, restauran maupun travel iro yang sama sekali tidak
menunjukkan minat terhadap produksi dalam negeri. Bukan itu
saja. Tapi juga tak ada minat terhadap ciri-ciri khas…

Keywords: -

---

Foto Terkait