Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Beda Nasib Tiga Partai Warisan Era Orde Baru di Pemilu 2024

Kamis, 21 Maret 2024 20:48 WIB

Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan para jajaran menunjukkan berita acara saat membacakan pemenang Pemilu 2024 di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. KPU mengumumkan pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024 dengan jumlah 96.214.691 suara, sementara pasangan nomor urut 1 Anies-Cak Imin mendapat 40.971.906 suara dan Pasangan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud 27.040.878. TEMPO/Febri Angga Palguna

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara nasional Pemilu 2024 untuk pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan dewan perwakilan daerah pada Rabu, 20 Maret 2024. Pada pemilihan legislatif, KPU menetapkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai pemenang Pemilu 2024, dengan perolehan 25,4 juta suara atau setara dengan 16,72 persen.

PDIP pun sukses mencatatkan kemenangan pada pemilu sebanyak tiga kali berturut-turut, yakni 2014, 2019, dan tahun ini. Sehingga, partai berlambang banteng ini telah memenangi pemilu di era Reformasi sebanyak empat kali, sebelumnya adalah pada Pemilu 1999.

PDIP merupakan salah satu parpol peserta Pemilu 2024 tertua, bersama dengan Golongan Karya (Golkar) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai ini secara resmi mengikuti pemilu pertamanya di tahun 1999, tetapi partai ini menetapkan hari berdirinya pada tahun 1973, ketika partai-partai nasionalis dan partai-partai Kristen bergabung dan membentuk Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Nama PDIP muncul usai PDI faksi Megawati dilengserkan kubu Soerjadi yang didukung rezim Orde Baru, tidak bisa mengikuti Pemilu 1999 sehingga harus membuat nama dan logo partai yang baru.

Meski masih menjadi pemenang, PDIP mencatatkan penurunan persentase suara hampir tiga persen. Sebaliknya, Golkar menunjukkan peningkatan persentase suara hampir tiga persen pada pemilu tahun ini meski tidak mengusung kadernya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Partai beringin ini pun sukses menempati peringkat kedua dalam pemilihan legislatif.

Nasib berbeda dialami PPP. Hanya memperoleh 3,87 persen dari suara sah, partai Islamis ini gagal masuk parlemen nasional, karena di bawah ambang batas empat persen. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, partai yang juga terbentuk di era Orde Baru ini gagal lolos menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

PPP memang menunjukkan tren perolehan suara yang cenderung menurun sejak Pemilu 2004. Berkaca pada grafik di atas, tampak bahwa sejak 2004, perolehan suara PPP tidak pernah lagi mencapai atau bahkan melebihi 10 persen. Hal ini berbeda dengan PDIP dan Golkar yang selalu memperoleh suara di atas 10 persen, bahkan selalu menjadi salah dua dari tiga partai teratas di pemilu pada era Reformasi.