Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ketergantungan Uni Eropa terhadap Impor Energi, Terutama dari Rusia

Rabu, 16 Maret 2022 19:13 WIB

Menyusul invasi Rusia ke Ukraina, berbagai negara menjatuhkan bermacam-macam sanksi untuk Rusia. Salah satu bentuk sanksi yang mengemuka adalah penghentian impor komoditas energi Rusia. Aksi embargo itu telah diterapkan Amerika Serikat (AS) untuk pasar domestik mereka. Tetapi penolakan datang dari negara-negara Uni Eropa, terutama Jerman dan Hungaria.

Negara-negara Uni Eropa sebagian besar memang memiliki ketergantungan terhadap energi impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Badan statistik Uni Eropa (Eurostat) mencatat bahwa tingkat ketergantungan energi impor negara-negara Uni Eropa pada tahun 2000 sebesar 56,28 persen, kemudian meningkat jadi 60,46 persen di 2019. Meski perlu diperhatikan bahwa kenaikan itu bersamaan dengan pertambahan jumlah negara anggota Uni Eropa dari 15 negara di 2000 menjadi 27 negara di 2019.

Tingkat ketergantungan energi impor menggambarkan besaran energi yang harus diimpor suatu negara. Nilai persentase itu diukur dari impor bersih energi (nilai impor dikurangi nilai ekspor) kemudian dibagi dengan jumlah kotor konsumsi energi domestik yang ditambah dengan angka suplai bahan bakar ke kapal-kapal pelayaran internasional. Apabila nilai persentase minus, maka negara itu tergolong eksportir energi. Sedangkan jika nilai persentase di atas 100 persen, berarti negara itu menyimpan stok energi.

Berdasarkan peta interaktif di atas, tingkat ketergantungan energi impor negara-negara anggota Uni Eropa bervariasi. Estonia menjadi negara dengan tingkat ketergantungan energi impor terkecil, yakni hanya 4,84 persen. Negara-negara lain mencatatkan tingkat ketergantungan pada kisaran 30-50 persen, kemudian ada pula yang memiliki rasio di atas 50 persen. Rasio tertinggi dicatatkan Luksemburg sebesar 95,04 persen, disusul Siprus 92,79 persen.

 

Eurostat menyebut bahwa pasokan utama energi impor di setiap negara berbeda-beda. Di Siprus, Malta, Yunani dan Swedia, lebih dari 80% energi impor berbentuk produk minyak bumi. Kemudian, lebih dari sepertiga energi impor di Hungaria, Italia, Austria, dan Slovakia adalah gas. Sedangkan di Polandia dan Slovakia, 20% dari energi impor adalah bahan bakar padat, umumnya batu bara.

Rusia pun menjadi pemasok minyak bumi, gas alam, dan batubara terbesar untuk Uni Eropa. Eurostat mencatat bahwa Rusia selalu mendominasi suplai ketiga bahan bakar fosil itu ke Eropa dalam rentang waktu 2010-2020. Meski kemudian di tahun 2012, suplai batu bara Rusia dikalahkan oleh impor dari AS.