Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Inflasi Inti Menurun, Pertanda Daya Beli Masyarakat Menurun Akibat Kenaikan Harga Pangan?

Sabtu, 6 Januari 2024 13:58 WIB

Warga tengah membeli kebutuhan pokok di sebuah toko ritel moderen di Jakarta, Rabu, 8 November 2023. Laju konsumsi rumah tangga yang tumbuh positif didukung oleh daya beli masyarakat yang terjaga dengan tingkat inflasi yang terkendali. Tempo/Tony Hartawan

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa inflasi tahunan pada tahun 2023 adalah 2,61 persen. Laju inflasi pada tahun lalu pun tercatat sebagai yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Inflasi yang tergolong rendah pada tahun lalu disebabkan penurunan komponen inflasi inti.

Mengutip situs Bank Indonesia, inflasi inti merupakan komponen inflasi yang cenderung stabil dalam pergerakannya dan dipengaruhi faktor-faktor seperti interaksi permintaan-penawaran; lingkungan eksternal berupa nilai tukar, harga komoditi internasional, dan perkembangan ekonomi global; dan ekspektasi inflasi di masa depan. 

Inflasi inti digunakan untuk mengukur kenaikan harga barang atau jasa selain harga pangan yang masuk dalam komponen bergejolak (volatile food), dan harga komoditas lain yang masuk dalam komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices)—salah satunya harga BBM. Alhasil, komponen ini menjadi salah satu indikator yang mencerminkan daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang sekunder atau tersier.

Mengacu pada grafik di atas, tampak bahwa tren inflasi inti pada tahun lalu menurun dibanding tahun 2022 menjadi di bawah 2 persen, bahkan mendekati angka pada masa pandemi Covid-19. Di sisi lain, inflasi komponen bergejolak (volatile food) masih mengalami kenaikan, bahkan semakin menjauhi angka pada masa sebelum pandemi. Ini menandakan bahwa kenaikan harga pangan terus terjadi sedangkan daya beli masyarakat untuk komoditas selain kebutuhan primer menurun.

Dosen Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia sekaligus mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014, Muhammad Chatib Basri, melihat adanya tekanan terhadap konsumsi masyarakat. Mengutip data Mandiri Spending Index, dia mengamati bahwa daya beli masyarakat semakin didominasi oleh kebutuhan pangan.

“Dan itu adalah ciri dari ekonomi yang mulai melambat adalah dia mulai mengurangi permintaan terhadap secondary dan tertiary goods,” ujar Chatib Basri dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Jakarta, 22 Desember 2023.

Mengacu pada data BPS, tampak bahwa pertumbuhan inflasi tahunan kelompok makanan, minuman, dan tembakau pada Desember 2023 lalu lebih tinggi dibanding Desember 2022. Sedangkan inflasi pada komoditas nonprimer—Tempo menggunakan data inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, serta kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya—tumbuh lebih rendah pada periode yang sama. Ini sejalan dengan pengamatan Chatib Basri yang melihat bahwa permintaan terhadap makanan semakin besar sekaligus mengurangi permintaan terhadap kebutuhan sekunder dan tersier. 

Temuan Chatib Basri juga sejalan dengan prediksi sejumlah ekonom lainnya dalam laporan Koran Tempo edisi 6 Januari 2023. Saat itu mereka mengingatkan potensi daya beli masyarakat melemah karena harga pangan yang terus melonjak, di sisi lain pendapatan masyarakat tidak mengalami peningkatan signifikan.

Selain kemampuan konsumsi yang melemah, Chatib juga memperkirakan kenaikan harga pangan ikut menggerus tabungan masyarakat. Fenomena tersebut paling tampak pada kelompok rumah tangga dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta.

“Kelompok (pengeluaran) di bawah 5 juta consumption-nya masih strong tapi savings-nya menurun. Kalau konsumsi tetap tinggi tapi savings-nya turun, pertanyaannya adalah, dia biayai konsumsinya dari mana?”

Grafik yang menggunakan data Bank Indonesia di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan tahunan dana pihak ketiga di bank menunjukkan tren melambat pada 2023. Terlihat bahwa grafik pertumbuhan pada tahun lalu relatif lebih rendah dibanding sepanjang tahun 2022. Pertumbuhan tabungan perorangan sepanjang tahun lalu pun bahkan stabil di bawah 5 persen, padahal di semester I tahun 2022 dapat tumbuh hingga lebih dari 10 persen.