Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Data-data Seputar Pertahanan dan Keamanan pada Debat Pilpres 2024 Ketiga

Rabu, 10 Januari 2024 18:59 WIB

Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo beradu gagasan dalam debat Pilpres 2024 ketiga di Istora Senayan, Jakarta, Minggu 7 Januari 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sesi debat pemilihan presiden atau debat pilpres 2024 ketiga bertema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik Pada Minggu, 7 Januari 2024 menjadi ajang pertarungan para capres untuk menyerang calon lain dengan data-data terkait tema tersebut. 

Calon presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, menjadi capres yang paling aktif menggunakan data-data seputar pertahanan dan keamanan. Selain soal rasio anggaran pertahanan terhadap produk domestik bruto (PDB) yang ia nilai masih kecil, ia menggunakan data-data seperti Indeks Perdamaian Global (Global Peace Index), Indeks Militerisasi Global (Global Militarisation Index), indikator kemampuan militer pada Indeks Kekuatan Asia Lowy Institute, serta kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Forces (MEF).

Berikut adalah capaian Indonesia pada berbagai riset tersebut:

1. Indeks Perdamaian Global

Pada tahun 2023, Institute for Economics and Peace (IEP) selaku lembaga yang merilis hasil riset ini mencatat Indonesia menempati peringkat 53 dari 163 negara, menurun dari 47 di tahun sebelumnya. Ini merupakan penurunan kedua dalam kurun waktu 2021 hingga 2023.

Secara nilai, IEP mencatat bahwa skor indeks perdamaian tahun 2023 adalah 1,829, naik dari 1,800 di tahun 2022. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi skor suatu negara, menandakan bahwa negara tersebut dipenuhi dengan kekerasan. Sebagai contoh, Afghanistan yang menempati peringkat buncit indeks ini pada tahun 2023 memperoleh skor 3,448. 

Dalam laporannya, IEP menyebut bahwa eskalasi kekerasan di wilayah Papua menjadi penyebab kondisi perdamaian di Indonesia yang menurun. Untuk diketahui, IEP menetapkan tiga domain utama yang terdiri dari 23 indikator untuk menilai kondisi perdamaian suatu negara. Yakni keterlibatan negara dalam konflik domestik dan internasional, keamanan dan keselamatan warga, serta perkembangan militerisasi negara tersebut.

2. Indeks Militerisasi Global (GMI)

Bonn International Centre for Conflict Studies (BICC) memberikan skor 59,1 pada level militerisasi Indonesia pada tahun 2022. Nilai tersebut menurun untuk kedua kalinya berturut-turut. Dengan skor tersebut, Indonesia menempati peringkat 124 dari 149 negara yang diteliti.

Apabila dibandingkan dengan hasil riset delapan tahun sebelumnya, penurunan terjadi pada variabel belanja pertahanan dan kecukupan jumlah personel. Sebaliknya, variabel kecukupan alutsista dibandingkan total populasi mengalami peningkatan walau hanya tipis.

Perlu diketahui bahwa BICC menggunakan tiga variabel tersebut untuk menghitung perkembangan militerisasi di suatu negara. Variabel belanja pertahanan membandingkan besaran anggaran militer dibanding produk domestik bruto (PDB) dan anggaran kesehatan. Kemudian variabel kecukupan jumlah personel militer—termasuk pasukan cadangan—dibandingkan jumlah populasi dan dokter di suatu negara. Penggunaan jumlah dokter digunakan untuk menggambarkan hubungan keahlian militer dan nonmiliter di suatu negara.

3. Kemampuan Militer Indeks Kekuatan Asia Lowy Institute

Riset Indeks Kekuatan Asia yang dilakukan Lowy Institute menempatkan kemampuan militer Indonesia pada peringkat 13 dari 26 negara di kawasan Asia-Pasifik. Indonesia telah menempati peringkat tersebut selama lima tahun berturut-turut. Namun, skor indikator kemampuan militer Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2020. 

Parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan militer suatu negara pada riset ini kurang lebih hampir sama. Namun ada dua variabel khusus lain yang digunakan oleh Lowy Institute, yakni kemampuan khusus dan kemampuan pengerahan pasukan darat atau laut. Kategori yang masuk parameter kemampuan khusus antara lain kemampuan intelijen, pengoperasian senjata artileri dan rudal balistik kapal selam, serta kemampuan siber.

Perlu diketahui bahwa kekuatan suatu negara dalam riset ini tidak hanya diukur dari kemampuan militer, namun juga kemampuan atau parameter lain seperti kemampuan diplomasi, kemampuan ekonomi, ketahanan, pengaruh budaya, kerja sama pertahanan dan lainnya.

4. Kekuatan Pokok Minimum (MEF)

Dalam dokumen Laporan Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara yang rilis pada 2022, tercatat bahwa capaian standar kekuatan pokok minimum (MEF) pada tahun 2021 adalah 62,3. Untuk ketiga kalinya sejak 2019, target MEF masih belum bisa dipenuhi.

MEF merupakan salah satu indikator utama untuk menilai kesiapan pertahanan Indonesia, yang dimulai sejak 2007. Ada empat variabel yang digunakan untuk menilai postur pertahanan Indonesia, yakni alutsista, pemeliharaan dan perawatan alutsista, sarana dan prasarana pertahanan, serta profesionalisme dan kesejahteraan prajurit. Sejauh ini, baru variabel alutsista yang digunakan untuk untuk menghitung MEF.

Dalam Nota Keuangan APBN 2024 disebutkan bahwa capaian MEF belum dapat terpenuhi karena pembelian alutsista baru untuk menggantikan alutsista yang telah habis masa pakai membutuhkan porsi besar dalam rancangan keuangan negara.