Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Masyarakat Secara Selektif Semakin Menghindari Berita

Senin, 24 Juni 2024 20:01 WIB

Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Aksi Jurnalis Aceh Bersatu meletakan peralatan kamera dan id card pers saat menggelar aksi di kantor DPR Aceh, Banda Aceh, Senin, 27 Mei 2024. Aksi Jurnalis dari Pewarta Foto Indonesia (PFI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Televisi Indonesia (AJTI) Aceh itu menolak secara tegas Revisi Undang Undang Penyiaran yang dapat membelenggu dan menghambat kinerja jurnalis khususnya dalam melaksanakan tugas investigasi untuk pemberitaan kepentingan publik. ANTARA FOTO/Ampelsa

Berdasarkan laporan penelitian Reuters Institute Digital News Report 2024, angka masyarakat yang menghindari berita (news avoidance) juga naik di 28 negara, sedangkan tren menurun hanya terjadi di 17 negara. Secara global, angka penghindaran berita naik 3 persen dibanding tahun 2023. 

Berbeda dengan keterisolasian dari berita (news disconnection), individu yang menghindari berita membatasi waktunya untuk mengakses berita atau menghindari topik informasi tertentu. Penghindaran dari berita juga terjadi lantaran isu yang menjadi pembahasan terlalu sulit dimengerti audiens. Mereka yang menghindari berita cenderung lebih suka berita dengan nada positif atau berbasis solusi, dibanding isu-isu besar. 

Bahkan angka penghindaran dari berita juga mengalami kenaikan di Finlandia, dan Kenya, dua negara teratas dengan kepercayaan terhadap berita paling tinggi dibanding 44 negara lainnya. Di Finlandia, jumlah responden yang mengaku menghindari berita naik 5 persen, sedangkan di Kenya angkanya naik 10 persen dibanding tahun lalu. 

Tim peneliti menduga bahwa informasi yang masif seputar perang yang berlangsung di Ukraina dan Timur Tengah memengaruhi antusiasme audiens terhadap kehadiran berita. Mereka juga menemukan bahwa semakin banyak masyarakat yang merasa terbebani dengan gelontoran berita hari ini, dengan kenaikan sekitar 11 persen dibanding tahun 2019, saat para peneliti menanyakan hal serupa ke responden riset ini.