Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bagaimana Skor Indeks Keamanan Pangan Indonesia?

Senin, 23 September 2024 20:19 WIB

Pekerja tengah membongkar beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa, 17 September 2024. Badan Pangan Nasional atau Bapanas mengakui cadangan sejumlah pangan pokok yang dikelola pemerintah melalui Perum Bulog dan ID Food cukup rendah. Kondisi itu membuat intervensi kenaikan harga sejumlah pangan itu tidak akan maksimal.Per 6 September 2024, Bapanas mencatat, cadangan pangan pemerintah itu antara lain beras sekitar 1,45 juta ton. TEMPO/Tony Hartawan

Majalah Tempo pekan ini menerbitkan laporan utama tentang persaingan proyek food estate yang digagas Kementerian Pertahanan dan Presiden Joko Widodo di Merauke, Papua Selatan. Proyek itu dinilai mengancam tanah adat dan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Persoalan keamanan pangan sering menjadi justifikasi pembabatan hutan besar-besaran untuk proyek food estate.

Berdasarkan data Indeks Keamanan Pangan Global (Global Food Security Index) tahun 2022 yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) dengan dukungan dari Corteva Agriscience, Indonesia memiliki skor keamanan pangan sebesar 60,2 dan menempati ranking 63 dari 113 negara. Di level global, Finlandia menjadi negara dengan skor keamanan pangan terbaik yakni 83,7. Sedangkan negara dengan skor terburuk ialah Suriah dengan 36,3.

Indonesia memperoleh skor 81,4 untuk indikator keterjangkauan (affordability), 50,9 untuk ketersediaan (availability), 56,2 untuk kualitas dan keamanan pangan (quality and safety), dan 46,3 untuk indikator keberlanjutan dan adaptasi (sustainability and adaptation). Indikator keterjangkauan mengukur kemampuan konsumen untuk membeli makanan, kerentanan terhadap guncangan harga, dan program dukungan untuk konsumen. Kemudian indikator ketersediaan menilai kecukupan pasokan makanan nasional, risiko gangguan pasokan, dan kapasitas untuk menyebarkan makanan. Indikator kualitas dan keamanan mengukur keragaman nutrisi dan keamanan makanan. Lalu, indikator keberlanjutan dan adaptasi mengevaluasi kemampuan negara terhadap dampak perubahan iklim, kerentanan terhadap risiko sumber daya alam, dan adaptasi terhadap risiko-risiko tersebut.

EIU melihat tren ketimpangan keamanan pangan antara negara dengan kinerja terbaik dan terburuk semakin lebar. Menurut EIU, keamanan pangan global yang melemah disebabkan oleh sejumlah risiko yang saling tumpang tindih, seperti ketidakstabilan produksi pertanian, kelangkaan sumber daya alam, ketimpangan ekonomi yang meningkat, peningkatan jumlah bencana alam akibat perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir, serta volatilitas perdagangan dan rantai pasokan. 

Konflik bersenjata juga sangat terkait dengan skor ketahanan pangan yang lebih rendah, seperti tercermin pada peringkat negara-negara terburuk yang notabene juga sedang dilanda konflik. Perang tidak hanya memengaruhi infrastruktur rantai pasokan tetapi juga menyebabkan kontaminasi air, tanah, atau lahan.